Benarkah Juragan kebun hedro ini dari jursan Agro Unmul??

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMLAoxK3ZpS9xn5i5uZ0lGV93LCWYDImtaR1-p3UjE3yymAK-nUT5OhC6hWl6zHkc21CAv49KM_bh8TlyY_oODm3GW-EUMw3O9emWBt94nsqOeigOFmteBeU3zpKMHFLeLOTjHbfvpCng/s1600/18-urban-farm-1.jpg Hidroponik berasal dari kata Yunani, yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja, merupakan cara bertanam atau budidaya dengan menggunakan air dan tanpa menggunakan media tanah. Dikenal juga sebagai soilles culture atau budidaya tanaman tanpa tanah. Berdasarkan dua kata yang membangun, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik budidaya tanaman dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman.
Dalam buku Hidroponik : bercocok tanam tanpa tanah, bertanam secara hidroponik sudah dimulai sejak ribuan tahun lalu, seperti taman gantung di Babilon dan taman terapung di Cina. Selain itu ada pula cerita dari Mesir, India dan Cina bahwa manuisia purba sudah sering menggunakan larutan pupuk organik memupuk sayuran dalam bedengan pasir di tepi sungai yang kemudian disebut river bed cultivation. Ketika ahli patologis tanaman menggunakan nutrien khusus untuk media tanam muncullah istilah nutri culture kemudian water culture, solution culture dan gravel bed culture untuk menyebut hasil percobaan mereka yang menanam tanam menggunakan media tanah. Hingga akhirnya pada tahun 1936 lahir istilah hidroponik yang diberikan untuk hasil dari DR. WF. Gericke, seorang agronomis dari Universitas California, USA, berupa tanaman tomat setinggi 3 m yang penuh dengan buah dan ditanam dalam bak berisi mineral hasil uji cobanya.
Penemuan Greicke menjadi sebuah sensasi pada saat itu, dimana foto dan riwayat kerjanya menjadi headline surat kabar, bahkan ia sempat dinobatkan menjadi orang berjasa abad 20. Sejak saat itu hidroponik tak lagi terbatas dalam skala laboratorium, dengan teknik sederhana dapat diterapkan siapa saja, termasuk ibu rumah tangga. Jepang yang kalah dari sekutu dan tanahnya yang menjadi tandus akibat bom atom, pada tahun 1950 secara gencar menerapkan hidroponik. Begitu pula negara-negara gersang penghasil minyak turut menerapkan hidroponik.
Itulah sejarah hidroponik yang saat ini menjadi trending topic solusi keterbatasan luas lahan subur yang didengung-dengungkan saat ini yang ternyata sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Alasan utama hidroponik dikembangkan adalah kebutuhan pangan meningkat, luas lahan subur pertanian semakin menurun akibat berbagai masalah  seperti alih fungsi lahan sebagai pemukiman, terjadi bencana sehingga lahan menjadi tandus atau tergenang dan lain sebagainya. Selain itu saat ini sedang digalakkan pertanian berkelanjutan yang ramah dan aman bagi manusia dan lingkungan. Tapi bagaimana dengan pabrik, apartemen, perumahan, mall, dan jalanan aspal yang sudah berdesakan melenyapkan tanah? Menanam dimana dengan keadaan seperti itu? Apalagi tuntutan pertanian berkelanjutan? Untuk orang desa yang punya banyak lahan, mudah sekali melakukan kegiatan bertanam, tetapi bagaimana dengan orang kota yang perlu makan tapi tidak ada lahan? Hidroponik muncul sebagai solusi. Tanamlah sayuran dengan cara hidroponik di rumah atau kantor orang-orang kota. Bisa dijendela, balkon, garasi atau tempat sempit lain yang masih bisa mendapatkan cahaya matahari cukup. Jika tidak, gunakan apa yang telah dilakukan petani Jepang, menanam dalam ruangan dengan bantuan lampu. Tetapi hal tersebut kurang efisien untuk lingkup rumah tangga. Dengan bermodal paralon atau kotak perkakas, aerator, larutan nutrisi dan benih, orang-orang kota dapat menikmati sayur dari rumah mereka sendiri. Bukan hanya orang kota, semua orang juga bisa melakukannya. Seperti halnya urban farming, hidroponik jauh dari kata berkotor-kotor bahkan saat memanen sayur kita bisa menggunakan kemeja, berdasi dan jas licin seperti orang yang mau ke kantor, sehingga orang kota tak perlu malu menjadi petani. Dengan demikian petani bukan lagi identik dengan baju lusuh penuh lumpur, tetapi menjadi petani berdasi. Jualannya pun bisa secara online. Kalau seperti itu bisa dibilang petani modern kan? Jangan tertawa dengan argumen itu, bukankah di dunia maya tersedia berbagai kebutuhan? Kenapa tidak dengan produk pertanian?

0 komentar:

Posting Komentar